Monday, October 27, 2008

WASPADAI DIET SEBAGAI PENYEBAB GEJALA ALERGI PADA BAYI SAAT MENYUSUI



PENGARUH DIET IBU BAGI BAYI DENGAN RIWAYAT ALERGI
.

Dr Widodo Judarwanto SpA
CHILDREN ALLERGY CLINIC
PICKY EATERS CLINIC (KLINIK KESULITAN MAKAN)
Jl Taman Bendungan Asahan 5 Bendungan Hilir Jakarta Pusat
telp : (021) 70081995 – 70081995
.
.

CASE PREVIEW
Seorang ibu cemas karena Sandika, putra pertama berumur 1 bulan sering rewel, muntah, sering ngeden, napas grok-grok, kulitnya bruntusan dan banyak gejala lainnya. Bebrgai obat pernah diberikan dokyter tenyata gejala dan tanda gangguan tersebut tyetap hilang timbul. Tetapi saat seorang dokter menganjurkan menghindari makan tertentu, keluhan si bayi membaik. Ternyata konsumsi makanan ibu sangat berpengaruh terhadap bayinya saat menyusui.

DIET IBU MENYUSUI SANGAT BERPENGARUH TERHADAP BAYI

Pemberian nutrisi atau gizi yang baik amatlah penting selama kehamilan. Setiap jenis makanan yang dikonsumsi ibu akan berpengaruh sangat penting bagi bayi yang disusuinya. Bila nutrisi ibu kualitas gizi yang ada baik dan cukup maka kualitas ASI yang diberikan pada bayipun akan semakin baik.
Namun sebaliknya ternyata bila terdapat jenis makanan tertentu yang dikonsumsi ibu akan dapat melalui ASI yang dapat mengganggu bayi. Tetapi tidak semua bayi akan mengalami hal demikian. Biasanya hal ini terjadi pada bayi yang mengalami riwayat dan gejala alergi yang terjadi sejak lahir.

APAKAH ALERGI PADA BAYI ITU ?
  • Alergi termasuk gangguan yang menjadi permasalahan kesehatan penting pada usia anak. Gangguan ini ternyata dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa terjadi. Belakangan terungkap bahwa alergi menimbulkan komplikasi yang cukup berbahaya, karena alergi dapat mengganggu semua organ atau sistem tubuh kita termasuk gangguan fungsi otak.
  • Melihat demikian luas dan banyaknya pengaruh alergi yang mungkin bisa terjadi, maka deteksi dan pencegahan alergi sejak dini sebaiknya dilakukan. Gejala serta faktor resiko alergi dapat dideteksi sejak lahir, bahkan mungkin sejak dalam kandungan. Alergi makanan tidak terjadi pada semua orang, tetapi sebagian besar orang mempunyai potensi menjadi alergi. Tampaknya sebagian besar orang bila dicermati pernah mengalami reaksi alergi. Namun sebagian lainnya tidak pernah mengalami reaksi alergi. Terdapat 3 faktor penyebab terjadinya alergi makanan, yaitu faktor genetik, imaturitas usus, pajanan alergi yang kadang memerlukan faktor pencetus. Pada bayi biasanya imaturitas atau ketidakmatangan saluran cerna masih sering terjadi, hal inilah yang menjadi penyebab utama tingginya kejadian alergi di usia anak.
  • Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks dipengaruhi faktor genetik, lingkungan dan pengontrol internal. Berbagai sel mast, basofil, eosinofil, limfosit dan molekul seperti IgE, mediator sitokin, kemokin merupakan komponen yang berperanan inflamasi.

BAGAIMANA GEJALA KLINIS ALERGI PADA BAYI ?

  • Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologik melalui pelepasan beberapa mediator tersebut dapat mengganggu organ tertentu yang disebut organ sasaran. Ahli alergi modern berpendapat serangan alergi atas dasar target organ (organ sasaran). Organ sasaran tersebut misalnya paru-paru maka manifestasi klinisnya adalah batuk atau asma. Bila sasarannya kulit akan terlihat sebagai gatal dan bercak merah di kulit. Bila organ sasarannya saluran pencernaan maka gejalanya adalah diare dan sebagainya. Sistem
  • Susunan Saraf Pusat atau otak juga dapat sebagai organ sasaran, apalagi otak adalah merupakan organ tubuh yang sensitif dan lemah. Sistem susunan saraf pusat adalah merupakan pusat koordinasi tubuh dan fungsi luhur. Maka bisa dibayangkan kalau otak terganggu maka banyak kemungkinan manifestasi klinik ditimbulkannya termasuk gangguan perilaku pada anak. Apalagi pada alergi sering terjadi proses inflamasi kronis yang kompleks.

Manifestasi klinis yang sering dikaitkan dan diperberat karena reaksi alergi pada bayi.

  • GANGGUAN SALURAN CERNA : Gastrooesephageal Refluks, sering muntah, gumoh, kembung,“cegukan”, sering buang angin, sering “ngeden /mulet”, sering rewel, gelisah dan kolik terutama malam hari. Sering buang air besar (> 3 kali perhari), tidak BAB tiap hari. Kotoran berwarna hijau, gelap dan berbau tajam. Hernia Umbilikalis (pusar menonjol), Scrotalis, inguinalis (benjolan di selangkangan, daerah buah zakar atau pusar atau “turun berok”) karena sering ngeden sehingga tekanan di dalam perut meningkat. Lidah sering timbul putih (seperti jamur) dan air liur berlebihan (drooling atau ngiler). Bibir tampak kering mengelupas.
  • GANGGUAN KULIT : sering timbul bintik atau bisul kemerahan terutama di pipi, telinga dan daerah yang tertutup popok. Kerak di daerah rambut.Timbul bekas hitam seperti tergigit nyamuk. Mata, telinga dan daerah sekitar rambut sering gatal, disertai pembesaran kelenjar di kepala belakang. Kotoran telinga berlebihan kadang sedikit berbau.
  • GANGGUAN SALURAN NAPAS ; Napas grok-grok, kadang disertai batuk sesekali terutama malam dan pagi hari siang hari hilang. Sesak bayi baru lahir disertai kelenjar thimus membesar (TRDN/TTNB)
  • Sering bersin, pilek, kotoran hidung banyak, kepala sering miring ke salah satu sisi (Sehingga beresiko kepala “peyang”) karena hidung buntu. Mata sering berair atau sering timbul kotoran mata (belekan) salah satu sisi/kedua sisi.
    Sering berkeringat (berlebihan). Kepala, telapak tangan atau telapak kaki sering teraba sumer/hangat.
  • Karena minum yang berlebihan atau sering minta minum berakibat berat badan lebih dan kegemukan (umur <1tahun).>
  • PROBLEM MINUM ASI : sering menangis (karena perut tidak nyaman) seperti minta minum sehingga berat badan lebih karena minum berlebihan. Sering menangis belum tentu karena haus atau bukan karena ASI kurang. Sering menggigit puting (agresif) sehingga luka. Minum ASI sering tersedak, karena hidung buntu & napas dengan mulut. Minum ASI lebih sebentar pada satu sisi, karena satu sisi hidung buntu, jangka panjang bisa berakibat payudara besar sebelah.

Beberapa gangguan perilaku yang sering dikaitkan dan diperberat oleh reaksi alergi pada bayi.

  • GANGGUAN NEUROLOGIS RINGAN : Mudah kaget bila ada suara yang mengganggu. Gerakan tangan, kaki dan bibir sering gemetar. Kaki sering dijulurkan lurus dan kaku. Breath Holding spell : bila menangis napas berhenti beberapa detik kadang disertai sikter bibir biru dan tangan kaku. Mata sering juling (strabismus fisiologis). Kejang tanpa disertai
  • GERAKAN MOTORIK BERLEBIHAN
  • Usia kurang dari 1 bulan sudah bisa miring atau membalikkan badan.Usia kurang dari 6 bulan: mata/kepala bayi sering melihat ke atas. Tangan dan kaki bergerak berlebihan, tidak bisa diselimuti (“dibedong”). Kepala sering digerakkan secara kaku ke belakang, sehingga posisi badan bayi “mlengkung” ke luar. Bila digendomg tidak senang dalam posisi tidur, tetapi lebih suka posisi berdiri. Sering bergerak, sering menggerakkan kepala dan badan atas ke belakang, memukul dan membentur benturkan kepala. Kadang timbul kepala sering bergoyang atau mengeleng-gelengkan kepala. Sering jatuh dari tempat tidur.
  • GANGGUAN TIDUR (biasanya malam hari) gelisah,bolak-balik ujung ke ujung; bila tidur posisi “nungging” atau tengkurap; berbicara, tertawa, berteriak dalam tidur; sulit tidur atau mata sering terbuka pada malam hari tetapi siang hari tidur terus; usia lebih 9 bulan malam sering terbangun atau tiba-tiba duduk dan tidur lagi,
  • AGRESIF DAN EMOSI MENINGKAT, sering menangis, berteriak dan bila minta minum susu sering terburu-buru tidak sabaran. Pada usia lebih 6 bulan sering memukul muka atau menarik rambut orang yang menggendong. Sering menggigit, menjilat tangan atau punggung orang yang menggendong. Sering menggigit puting susu ibu bagi bayi yang minum ASI, Setelah usia 4 bulan sering secara berlebihan memasukkan sesuatu ke mulut. Tampak anak sering memasukkan ke dua tangan atau kaki ke dalam mulut.
  • GANGGUAN KONSENTRASI : cepat bosan terhadap mainan dan bila diberi cerita bergambar sering tidak bisa memperhatikan. Tidak kerasan dalam ruangan yang sempit seperti box bayi dan ruangan sempit. Sering minta keluar ke tempat yang luas atau luar
  • GANGGUAN MOTORIK DAN KOORDINASI :Pada pola perkembangan motorik normal adalah bolak-balik, duduk, merangkak dan berjalan. Pada gangguan keterlambatan motorik biasanya bolak balik pada usia lebih 5 bulan, usia 6 – 8 bulan tidak duduk dan merangkak, setelah usia 8 bulan langsung berdiri dan berjalan. Gangguan mengunyah atau menelan, tidak mau makan berserat seperti sayur dan daging atau terlambat kemampuan makan nasi tim (normal usia 9 bulan).
  • KETERLAMBATAN BICARA: Tidak mengeluarkan kata umur <>
  • IMPULSIF : banyak tersenyum dan tertawa berlebihan, lebih dominan berteriak daripada mengoceh.
  • Jangka panjang akan memperberat gangguan perilaku tertentu bila anak mengalami bakat genetik seperti ADHD (hiperaktif) dan AUTISME (hiperaktif, keterlambatan bicara, gangguan sosialisasi). TETAPI ALERGI BUKAN PENYEBAB AUTISM ATAU ADHD tetapi HANYA MEMPERBERAT

APAKAH YANG PALING MENGGANGGU AKIBAT YANG DITIMBULKAN PADA BAYI ?

  • Gangguan saluran cerna dan kulit akan paling sering terjadi. Saluran cerna paling mudah terjadi atau sangat mengganggu saat usia di bawah 3 bulan, dengan pertambahan usia akan semakin berkurang terutama setelah usia 2-7 tahun.

DIET JENIS APAKAH YANG DAPAT MENGGANGGU BAYI

  • Hingga saat ini untuk mencari penyebab alergi adalah merupakan kesulitan terbesar dalam penanganan penyakit alergi. Hal ini terjadi karena tes alergi yang direkomendasikan seperti tes kulit dan tes dan RAST spesifik, meskipun sangat sensitif tetapi spesifitasnya tidak terlalu tinggi. Sehingga masih belum memastikan penyebab alergi makanan. Memastikan penyebab alergi makanan atau gold standard (baku emas) adalah dengan DBPCFC (eliminasi provokasi makanan). Hal ini akan lebih terasa sulit pada penderita alergi yang berkaitan dengan pemberian ASI
  • Jenis makanan yang berpengaruh terhadap ASI1. Beresiko tinggi mengganggu bayi melalui pemberian ASI adalah ikan laut, kacang tanah, keju dan beberapa jenis buah termasuk durian, mangga, melon dan tomat. Sebaiknya makanan ini ditunda setelah usia 3-6 bulan.2. Sedangkan makanan yang beresiko sedang atau rendah adalah salmon, bandeng, telor, susu, ayam, jeruk, pisang dan sebagainya. Pada beberapa bayi mungkin mengganggu, tetapi pada umumnya tidak mengganggu. Sehingga pada banyak kasus makanan ini relatif aman, tetapi pada kasus tertentu yang berat terutama kolik, makanan ini harus dicermati.3. Jenis makanan yang relatif paling aman adalah : daging sapi, semua ikan air tawar (lele, gurami, patin dsbnya), sayur-sayuran, kacang kedelai, buah apel, alpukat, pir, pepaya.

APAKAH KUALITAS ASI AKAN TERGANGGU BILA IBU DIET MAKAN PENYEBAB ALERGI ?
Anggapan yang banyak terjadi adalah kulitas asi akan menurun bila ibu harus diet makanan. Sebenarnya pendapat ini tidak sepenuhnya benar. Hal itu dapat terjadi bila ibu hanya menghindari makanan penyebab alergi tanpa mencari makanan penggantinya. Tetapi bila ibu mencari makanan pengganti, maka pendapaty tersebut sepenuhnya tidak benar. Contohnya : ibu tidak boleh makan ikan lauttetapi mungkin ikan salmon boleh, kacang tanah jangan tetapi kacang kedelai boleh dan seterusnya.
Seingkali ibu heran makanannya sudah aman ternyata tetap masih saja timbul gejala alergi tersebut. Hal ini terjadi karena ibu harus menghindari udang tetapi tetap makan krupuk udang atau terasi, sudah menghindari ikan laut tetapi makan ikan teri dan lain sebagainya.

ALERGI SULIT DIBEDAKAN DENGAN INFEKSI

  • PENYEBAB GEJALA ALERGI TERNYATA BUKAN HANYA MAKANAN, TETAPI KEJADIAN INFEKSI DAPAT MEMICU TIMBULNYA GEJALA ALERGI. Sehingga kadang ibu heran makanan sudah relatif aman tetapi ternyata masih saja gejala alergi tersebut timbul. Hal ini terjadi karena seringkali inbfeksi virus ringan seperti flu, dan sebaginya bila tidak cermat sulit terdeteksi. Karena, saat flu bayi tidak seperti anak besar pileknya tidak keluar banyak dan batuknya jarang karena refleks batuknya belum sempurna.
  • Untuk memastikan adanya infeksi biasanya disertai tampilan adanya bintik merah halus di kulit dada bayi atau bila dalam beberapa hari sebelumnya ada kontak orang dewasa yang sakit dengan gejala sakit tenggorok, pilek, demam, meriang, atau badan lemas dan nyeri seperti masuk angin dan kecapekan.

DAFTAR PUSTAKA

Clifford TJ, Campbell MK, Speechley KN, Gorodzinsky F. Infant colic: empirical evidence of the absence of an association with source of early infant nutrition. Arch Pediatr Adolesc Med. 2002;156 :1123 –1128Clifford TJ, Campbell MK, Speechley KN, Gorodzinsky F. Sequelae of infant colic: evidence of transient infant distress and absence of lasting effects on maternal mental health. Arch Pediatr Adolesc Med. 2002;156 :1183 –1188Hill DJ, Hosking CS. Infantile colic and food hypersensitivity. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2000;30(suppl) :S67 –S76Räihä H, Lehtonen L, Huhtala V, Saleva K, Korvenranta H. Excessively crying infant in the family: mother-infant, father-infant and mother-father interaction. Child Care Health Dev. 2002;28 :419 –429Barr RG. Colic and crying syndromes in infants. Pediatrics. 1998;102 :1282 –1286Miller-Loncar C, Bigsby R, High P, Wallach M, Lester B. Infant colic and feeding difficulties. Arch Dis Child. 2004;89 :908 –912Barr RG. Changing our understanding of infant colic. Arch Pediatr Adolesc Med. 2002;156 :1172 –1174Miller AR, Barr RG. Infantile colic: is it a gut issue? Pediatr Clin North Am. 1991;38 :1407 –1423Jakobsson I, Lothe L, Ley D, Borschel MW. Effectiveness of casein hydrolysate feedings in infants with colic. Acta Paediatr. 2000;89 :18 –21Lucassen PL, Assendelft WJ, Gubbels JW, van Eijk JT, Douwes AC. Infantile colic: crying time reduction with a whey hydrolysate: a double-blind, randomized, placebo-controlled trial. Pediatrics. 2000;106 :1349 –1354Jakobsson I, Lindberg T. Cow's milk proteins cause infantile colic in breast-fed infants: a double-blind crossover study. Pediatrics. 1983;71 :268 –271.Evans RW, Fergusson DM, Allardyce RA, Taylor B. Maternal diet and infantile colic in breast-fed infants. Lancet. 1981;1 :1340 –1342Hill DJ, Hudson IL, Sheffield LJ, Shelton MJ, Menahem S, Hosking CS. A low allergen diet is a significant intervention in infantile colic: results of a community-based study. J Allergy Clin Immunol. 1995;96 :886 –892Barr RG, Kramer MS, Boisjoly C, Vey-White L, Pless IB. Parental diary of infant cry and fuss behaviour. Arch Dis Child. 1988;63 :380 –387Wessel MA, Cobb SC, Jackson EB, et al. Paroxysmal fussing in infancy: sometimes called "colic. " Pediatrics. 1954;14 :421 –434Fleiss JL. Statistical Methods for Rates and Proportions. 2nd ed. New York, NY: John Wiley & Sons; 1981Machtinger S, Moss R. Cow's milk allergy in breast-fed infants: the role of allergen and maternal secretory IgA antibody. J Allergy Clin Immunol. 1986;77 :341 –347Jakobsson I, Lindberg T, Benediktsson B, Hansson BG. Dietary bovine ß-lactoglobulin is transferred to human milk. Acta Paediatr Scand. 1985;74 :342 –345Sorva R, Mäkinen-Kiljunen S, Juntunen-Backman K. ß-Lactoglobulin secretion in human milk varies widely after cow's milk ingestion in mothers of infants with cow's milk allergy. J Allergy Clin Immunol. 1994;93 :787 –792Kilshaw PJ, Cant AJ. The passage of maternal dietary proteins into human breast milk. Int Arch Allergy Appl Immunol. 1984;75 :8 –15Vadas P, Wai Y, Burks W, Perelman B. Detection of peanut allergens in breast milk of lactating women. JAMA. 2001;285 :1746 –1748Chirdo FG, Rumbo M, Anon MC, Fossati CA. Presence of high levels of non-degraded gliadin in breast milk from healthy mothers. Scand J Gastroenterol. 1998;33 :1186 –1192Järvinen KM, Mäkinen-Kiljunen S, Suomalainen H. Cow's milk challenge through human milk evokes immune responses in infants with cow's milk allergy. J Pediatr. 1999;135 :506 –512Harris MJ, Petts V, Penny R. Cow's milk allergy as a cause of infantile colic: immunofluorescent studies on jejunal mucosa. Aust Paediatr J. 1977;13 :276 –281Lothe L, Lindberg T, Jakobsson I. Macromolecular absorption in infants with infantile colic. Acta Paediatr Scand. 1990;79 :417 –421Kalliomäki M, Laippala P, Korvenranta H, Kero P, Isolauri E. Extent of fussing and colic type crying preceding atopic disease. Arch Dis Child. 2001;84 :349 –350Iacono G, Carroccio A, Montalto G, et al. Severe infantile colic and food intolerance: a long-term prospective study. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 1991;12 :332 –335Lothe L, Ivarsson SA, Ekman R, Lindberg T. Motilin and infantile colic: a prospective study. Acta Paediatr Scand. 1990;79 :410 –416Liu J, Qiao X, Zian W, Hou X, Hayes J, Chen JD. Motilin in human milk and its elevated plasma concentration in lactating women. J Gastroenterol Hepatol. 2004;19 :1187 –1191[CrossRef][ISI][Medline]Shenassa ED, Brown MJ. Maternal smoking and infantile gastrointestinal dysregulation: the case of colic. Pediatrics. 2004;114 (4). Available at: www.pediatrics.org/cgi/content/full/114/4/e497Savino F, Brondello C, Cresi F, Oggero R, Silvestro L. Cimetropium bromide in the treatment of crisis in infantile colic. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2002;34 :417 –419Lucassen PL, Assendelft WJ, Gubbels JW, van Eijk JT, van Geldrop WJ, Neven AK. Effectiveness of treatments for infantile colic: systematic review. BMJ. 1998;316 :1563 –1569Mofidi S. Nutritional management of pediatric food hypersensitivity. Pediatrics. 2003;111 :1645 –1653.

No comments:

Post a Comment